Temuan Sains: Cara Bakteri Perusak Memangsa Sel Tubuh Kita

Bakteri menyerang secara kolektif dan saling berkomunikasi dengan menggunakan molekul pembawa pesan. Temuan ini bisa dimanfaatkan untuk memeranginya dengan memutus komunikasi mereka.

 
Bakteri mengirimkan molekul "percakapan" yang konsentrasinya terus meningkat selaras dengan jumlah bakteri.

Jika konsentrasi molekul pembawa pesan melewati ambang batas tertentu atau mencapai kuorum, muncul perilaku spesifik "gerombolan" bakteri, berupa sifat baru. Dalam gerombolan, bakteri bisa membentuk lapisan pelindung dari serangan antibodi, atau membuat sintesa racun bersama.

Perang melawan serangan bakteri, kini bisa dilakukan dengan memutus dan mengganggu komunikasinya. Temuan ini juga bisa membantu mencegah multiresistensi antibiotika pada bakteri. Karena serangan patogen, nantinya tidak lagi harus mutlak diobati dengan antibiotika.

Komunikasi diantara bakteri ini ditemukan dalam penelitian yang dilakukan dua pakar mikrobiologi AS, Profesor Bonnie L. Bassler dan Profesor Michael R. Silverman. Kedua ilmuwan mendapat penghargaan Paul Ehrlich- und Ludwig Darmstaedter-Award.

Titik kelemahan bakteri

"Bassler dari Princeton University dan Howard Hughes Medical Institute sementara Silverman, Emeritus dari Agouron Institute di La Jolla, California menunjukkan, perilaku kolektif bukan hanya berlaku pada organisme bersel banyak, tetapi juga pada bakteri.Bakterijuga melakukan komunikasi diantara mereka, berinteaksi, membuat kesepakatan dan melakukan koordinasi perilaku", kata pernyataan tertulis dewan yayasan Paul Ehrlich. .

Temuan komunikasi di antara bakteri ini, oleh kedua peneliti mikrobiologi penerima penghargaan, sebagai titik kelemahan mikroba, yang bisa dimanfaatkan untuk memeranginya dengan metode baru. Memusnahkan bakteri patogen akan tidak mutlak diperlukan antibiotika, melainkan bisa dengan unsur baru yang dikembangkan untuk memutus dan mengganggu komunikasi bakteri.

Seperti diketahui, dewasa ini makin banyak bakteri yang resisten antibotika, yang dipicu penggunaan antibiotika yang tidak rasional di banyak negara. Yayasan Paul Ehrlich di Jerman menilai, hasil riset kedua peneliti merupakan terobosan dan memiliki relevansi tinggi untuk dunia kedokteran.


dw/zid
 

Postingan Populer

Eskalasi Perang Iran vs Israel

Modal Asing Kabur Seiring Rupiah Anjlok