Mengedit DNA Kita dengan 'Bahasa Cahaya'


Berapa lama kita hidup di dunia? 
Diri kita hanyalah bagai setitik kecil 'serpihan' momentum dalam arus yang sedang berevolusi di alam semesta menuju ”The Equilibrium of Everything” - akhirat.

 
Jika sebuah sel akan mati, maka ia akan segera membelah diri. Sel sel itu akan memulai perjalanan hidup baru dari nol waktu. Begitulah seterusnya sel sel itu tetap muda dan mengabaikan waktu.

Piranti DNA yang supermini dan supercanggih itu nampaknya tetap terlindungi oleh hempasan waktu.

DNA tetap muda sepanjang waktu, berapa abadpun peradaban dilaluinya. Jadi, yang ingin tetap bereksistensi dan survive di permukaan planet ini adalah DNA, sedangkan kita mungkin hanya cangkang-cangkang belaka.

Jadi siapakah yang sejatinya hidup? Kita atau DNA kita?

Kita hanyalah setitik kecil momentum saja. Jika tanpa inti diri yang sejati berkelana di alam dunia fana, eksitensi eksternal yang kita ingin wujudkan atas pacuan ego tetap sebatas bayang-bayang yang akan lenyap di akhir hayat.

Tetapi eksistensi eksternal yag kita lakukan atas dasar pengabdian dan cinta kasih akan membawa kita pada kesadaran supra dalam arti yang sebenarnya.

Diri kita hanyalah setitik kecil momentum dalam arus yang sedang berevolusi di alam semesta menuju ”The Equilibrium of Everything” - akhirat.

“Kebetulan-kebetulan” terjadi, dan DNA membentuk selubung yang menjadi rumahnya yang disebut sel. Lahirlah secara resmi makhluk hidup, yang bisa terus menggandakan dirinya.

Yang justru menarik adalah proses penggandaan tersebut tidak sempurna. Sesekali terjadi kesalahan penggandaan yang membuat keturunannya tidak persis seperti induknya. Ketidaksempurnaan ini justru adalah kesempurnaan kehidupan.

Dari situlah lahir keberagaman hidup, Keberagaman adalah manifestasi kehendak sang Maha Pencipta.
 
Para ilmuwan menyimpulkan bahwa DNA membentuk konfigurasi gelombang. DNA dapat dimodifikasi dengan "bahasa cahaya" gelombang sonic.

Dzikir adalah juga bahasa cahaya

Pada tatanan spiritualitas Islam, dzikrullah merupakan kunci membuka hijab dari kegelapan menuju cahaya Ilahi. Al Qur'an menempatkan dzikrullah sebagai pintu pengetahuan makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran 190-191.

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau sambil duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau ..."

Kalimat "yadzkurunallah" orang-orang yang mengingat Allah, didalam 'tata bahasa arab' berkedudukan sebagai ma'thuf (tempat bersandar) bagi kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga dzikrullah merupakan dasar atau azas dari semua perbuatan peribadatan baik berdiri, duduk dan berbaring serta merenung (kontemplasi).

Dengan demikian praktek dzikir bebas tidak ada batasannya. Bisa sambil berdiri, duduk, berbaring, atau bahkan saat beraktivitas sekalipun bisa berdzikir di dalam bathin, dilandasi mengikat diri kepada Allah, senantiasa mengingat Allah.

Dzikrullah merupakan sarana pembangkitan kesadaran diri, oleh sebab itu dzikir lebih komprehensif dari berpikir. Karena dzikir melahirkan pikir serta kecerdasan jiwa yang luas, maka dzikrullah tidak bisa hanya diartikan dengan menyebut nama Allah, akan tetapi dzikrullah merupakan sikap mental spiritual menautkan diri sepenuhnya kepada Allah, Yang Maha Pengasih Maha Penyayang.
 

Bahwa dzikir juga dapat 'mengedit' DNA kita, memperbaiki akhlak kita dan nasib kita. Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar.

 

Wala haula wala quwwata illa billah.



bbc, zidsains