Filsafat Kant Makin Relevan di Tengah Konflik Geopolitik Saat Ini


Untuk dapat memahami dunia, Anda ternyata tidak perlu jauh-jauh bepergian. Ambil contoh Immanuel Kant (1724-1804). Apa yang masih dapat disampaikan penulis Menuju Perdamaian Abadi ini kepada kita di masa kini?

Filsuf Jerman ini bahkan tidak pernah meninggalkan kampung halamannya di Königsberg di Prusia Timur, sekarang bernama Kaliningrad dan bagian dari Rusia. Namun hal ini tidak menghentikannya untuk mencoba memahami dunia. Ide-idenya telah merevolusi filsafat dan menjadikannya pelopor ide Pencerahan atau Aufklärung.

Karyanya yang paling terkenal, yakni Critique of Pure Reason atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Kritik Atas Akal Budi Murni, dianggap sebagai titik balik dalam sejarah intelektual.

Hingga saat ini, Kant masih menjadi salah satu pemikir terpenting sepanjang masa. Banyak dari wawasannya yang masih tetap relevan dalam menghadapi perubahan iklim, peperangan, dan krisis.

Menurut Kant, tindakan politik harus selalu berpedoman pada hukum moralitas. Misalnya, apa yang bisa menghasilkan perdamaian abadi antarnegara? Dalam esainya tahun 1795 yang berjudul Menuju Perdamaian Abadi, Kant merekomendasikan didirikannya Liga Bangsa-Bangsa sebagai komunitas federal negara-negara republik. Pemikiran ini menjadi cetak biru berdirinya Liga Bangsa-Bangsa setelah Perang Dunia I (1914-1918), cikal bakal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Selain hukum internasional, Kant juga mengembangkan hukum kewarganegaraan. Dalam hal ini, ia menolak kolonialisme dan imperialisme serta merumuskan ide-ide perlakuan manusiawi terhadap pengungsi. Menurut filsuf tersebut, setiap orang berhak berkunjung ke setiap negara, namun belum tentu berhak diterima di negara itu.

Mengedepankan akal dan argumen

Kant tidak membenarkan martabat dan hak asasi manusia dinilai secara religius dan ketuhanan, tetapi secara filosofis dengan akal.

Dia sangat percaya terhadap sifat kemanusiaan. Dia percaya manusia mampu bertanggung jawab untuk diri sendiri dan dunia sekitar. Kant berpikir bahwa kehidupan dapat dikuasai dengan akal dan argument. Ia juga merumuskan prinsip imperatif kategoris di mana setiap orang seharusnya hanya melakukan hal yang berdampak terbaik untuk semua.

Pada tahun 1781, Kant menerbitkan karyanya yang bisa jadi adalah yang paling penting. Dalam buku berjudul Kritik Atas Akal Budi Murni ini ia mengajukan empat pertanyaan mendasar filsafat: Apa yang dapat saya ketahui? Apa yang harus saya lakukan? Apa yang bisa saya harapkan? Apa itu manusia?

Pencariannya akan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dikenal sebagai epistemologi. Berbeda dengan banyak filsuf sebelumnya, ia menjelaskan bahwa pikiran manusia tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti keberadaan Tuhan, jiwa, atau permulaan dunia.

"Kant bukan penerang dunia, namun ia adalah tata surya yang bersinar pada saat yang bersamaan," kata penulis era Romantik Jerman, Jean Paul (1763-1825) tentangnya.

Namun, intelektual besar lainnya menganggap tulisan Kant sulit dicerna. Ini juga yang dikeluhkan oleh filsuf Moses Mendelssohn saat membaca pemikiran Kant.

Pelopor Filsafat Pencerahan

Ajaran dan tulisan Immanuel Kant meletakkan dasar bagi cara berpikir yang baru. Ungkapan Kant Sapere aude (frasa berbahasa Latin yang berarti "berani untuk tahu") menjadi terkenal dan membuat Kant menjadi pionir gerakan Pencerahan.

Gerakan intelektual ini menyatakan akal manusia (rasionalitas) dan penggunaannya yang benar sebagai standar segala tindakan. Dalam tulisannya, Kant menyerukan agar manusia membebaskan diri dari segala perintah (misalnya perintah Tuhan) dan bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

Hingga saat ini, masih banyak penghakiman dan prasangka yang beredar tentang Kant. Otfried Höffe, filsuf Jerman dan peneliti Kant, mengeksplorasi beberapa prasangka ini di dalam buku barunya yang berjudul Der Weltbürger aus Königsberg (Warga Dunia dari Königsberg). Yang dibahas termasuk pertanyaan apakah Kant adalah seorang "rasis Eurosentris" atau apakah Kant mendiskriminasi perempuan.

Dalam kedua kasus tersebut, jawaban Höffe adalah: "Iya, tapi...."

Kant bukan orang yang mager

Kant bukanlah seorang rasis dalam pengertian modern. Sebaliknya, ia mengutuk kolonialisme dan perbudakan. Selama hidupnya, Kant tidak pernah bepergian ke luar Königsberg. Namun bukan berarti wawasannya sempit. Saat itu, ibu kota Prusia Timur ini adalah kota perdagangan yang dinamis dan disebut sebagai "Venesia dari Utara". Selain itu, Kant tidak henti melahap berbagai catatan perjalanan dari negara lain.

Kant juga diketahui bukanlah seorang misanthrope yang julid dan antisosial. Meskipun rutinitas hariannya terjadwal ketat, Kant menikmati waktu makan siang yang panjang bersama teman dan kenalannya. Ia menyukai biliar dan permainan kartu, pergi ke teater, dan dikenal sebagai pribadi menyenangkan di salon-salon kota kala itu.

Salon kala itu bukanlah seperti dalam pengertian saat ini. Salon yang dimaksud adalah tempat bertemunya para intelektual untuk mendiskusikan berbagai macam ide.

dw