Popularitas Tinggi, Risma Berpotensi Tandingi Khofifah di Pilkada Jatim
Kalau tingkat popularitasnya sudah tinggi, membangun elektabilitasnya relatif mudah. Apalagi masih banyak calon pemilih yang berpotensi mengalihkan pilihan.
Sejauh ini, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur inkumben, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak telah mendapatkan dukungan resmi dari Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, Demokrat, Perindo dan PSI. Dengan tingkat elektabilitas tertinggi menurut berbagai lembaga survei, banyak yang menilai Khofifah-Emil bakal menang mudah pada Pilkada Jawa Timur November nanti siapa pun pesaingnya.
Apalagi sampai saat ini belum ada figur yang muncul untuk melawan pasangan bakal calon tersebut. Publik pun menanti arah PKB dan PDI Perjuangan, dua partai politik besar di Jawa Timur yang belum menentukan calon yang diusung.
Namun menurut Direktur Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) Baihaqi Siraj, dengan sisa waktu lima setengah bulan, masih terbuka bagi tokoh lain untuk menandingi Khofifah-Emil. Syaratnya, kata dia, calon penantang itu harus punya popularitas yang tinggi dulu.
Dari hasil survei ARCI pada bulan lalu, kata dia, tokoh yang mempunyai popularitas paling tinggi sebagai pesaing Khofifah-Emil ialah mantan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur KH Marzuki Mustamar dan Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma.
Sigi ARCI menunjukkan popularitas Marzuki Mustamar di atas 70 persen. “Kalau kedua tokoh ini bisa menyatu, bukan tidak mungkin dapat bersaing dengan inkumben,” kata Baihaqi, Senin, 10 Juni 2024.
Menurut dia, popularitas tinggi Marzuki dan Risma merupakan modal penting. Kendati secara elektabilitas masih agak jauh di bawah Khofifah, namun dengan waktu tersisa masih bisa digenjot.
“Kalau tingkat popularitasnya sudah tinggi, membangun elektabilitasnya relatif mudah. Apalagi masih banyak calon pemilih yang berpotensi mengalihkan calon yang dicoblos, yakni 46 persen,” ujar Baihaqi.
Bagi Baihaqi, dengan kondisi riil politik di Jawa Timur seperti ini, yang paling realistis PKB berkoalisi dengan PDIP. Jika dua partai tersebut menyatu, kata dia, bukan tidak mungkin mampu mengalahkan Khofifah-Emil.
Dosen senior Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga yang juga peneliti pilkada, Aribowo, menilai figure Risma masih berpeluang bersaing dengan Khofifah. Bila digarap betul, ujar Aribowo, terbuka peluang Risma bisa mengungguli Khofifah. Aribowo lebih melihat Risma sebagai penantang potensial Khofifah dibandingkan Marzuki Mustamar.
Hasil survei optica.id, media online yang dikelola Aribowo, menunjukkan terbukannya peluang mantan Wali Kota Surabaya tersebut. Hanya saja Aribowo ragu apakah PDIP mau mencalonkan Risma tanpa dukungan logistik dari pihak lain. Sebab, biaya pemilihan gubernur mencapai ratusan miliar.
Menurut Aribowo, sejak PDIP pecah kongsi dengan Presiden Joko Widodo, mencari ‘bohir’ untuk pendanaan pilkada lebih sulit. “Apalagi Risma kan sudah bilang bahwa dia tak punya uang. Apakah PDIP bisa mencukupi kebutuhan tersebut? Bohirnya siapa?” kata Aribowo.
Aribowo berujar, saat PDIP masih mesra dengan Jokowi, persoalan logistik pilkada relatif mudah dicari. Namun ketika situasinya berbalik seperti sekarang ini, PDIP harus cermat berhitung.
“Dalam pilkada serentak seperti ini, PDIP tentu butuh logistik yang sangat banyak karena bukan hanya Jatim, mereka juga ingin menang di Jakarta, Jateng, Sumut. Belum lagi untuk pilkada kabupaten/kota yang diincar untuk dimenangkan,” kata Aribowo.
Sejauh ini, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur inkumben, Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak telah mendapatkan dukungan resmi dari Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, Demokrat, Perindo dan PSI. Dengan tingkat elektabilitas tertinggi menurut berbagai lembaga survei, banyak yang menilai Khofifah-Emil bakal menang mudah pada Pilkada Jawa Timur November nanti siapa pun pesaingnya.
Apalagi sampai saat ini belum ada figur yang muncul untuk melawan pasangan bakal calon tersebut. Publik pun menanti arah PKB dan PDI Perjuangan, dua partai politik besar di Jawa Timur yang belum menentukan calon yang diusung.
Namun menurut Direktur Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI) Baihaqi Siraj, dengan sisa waktu lima setengah bulan, masih terbuka bagi tokoh lain untuk menandingi Khofifah-Emil. Syaratnya, kata dia, calon penantang itu harus punya popularitas yang tinggi dulu.
Dari hasil survei ARCI pada bulan lalu, kata dia, tokoh yang mempunyai popularitas paling tinggi sebagai pesaing Khofifah-Emil ialah mantan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur KH Marzuki Mustamar dan Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma.
Sigi ARCI menunjukkan popularitas Marzuki Mustamar di atas 70 persen. “Kalau kedua tokoh ini bisa menyatu, bukan tidak mungkin dapat bersaing dengan inkumben,” kata Baihaqi, Senin, 10 Juni 2024.
Menurut dia, popularitas tinggi Marzuki dan Risma merupakan modal penting. Kendati secara elektabilitas masih agak jauh di bawah Khofifah, namun dengan waktu tersisa masih bisa digenjot.
“Kalau tingkat popularitasnya sudah tinggi, membangun elektabilitasnya relatif mudah. Apalagi masih banyak calon pemilih yang berpotensi mengalihkan calon yang dicoblos, yakni 46 persen,” ujar Baihaqi.
Bagi Baihaqi, dengan kondisi riil politik di Jawa Timur seperti ini, yang paling realistis PKB berkoalisi dengan PDIP. Jika dua partai tersebut menyatu, kata dia, bukan tidak mungkin mampu mengalahkan Khofifah-Emil.
Dosen senior Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Airlangga yang juga peneliti pilkada, Aribowo, menilai figure Risma masih berpeluang bersaing dengan Khofifah. Bila digarap betul, ujar Aribowo, terbuka peluang Risma bisa mengungguli Khofifah. Aribowo lebih melihat Risma sebagai penantang potensial Khofifah dibandingkan Marzuki Mustamar.
Hasil survei optica.id, media online yang dikelola Aribowo, menunjukkan terbukannya peluang mantan Wali Kota Surabaya tersebut. Hanya saja Aribowo ragu apakah PDIP mau mencalonkan Risma tanpa dukungan logistik dari pihak lain. Sebab, biaya pemilihan gubernur mencapai ratusan miliar.
Menurut Aribowo, sejak PDIP pecah kongsi dengan Presiden Joko Widodo, mencari ‘bohir’ untuk pendanaan pilkada lebih sulit. “Apalagi Risma kan sudah bilang bahwa dia tak punya uang. Apakah PDIP bisa mencukupi kebutuhan tersebut? Bohirnya siapa?” kata Aribowo.
Aribowo berujar, saat PDIP masih mesra dengan Jokowi, persoalan logistik pilkada relatif mudah dicari. Namun ketika situasinya berbalik seperti sekarang ini, PDIP harus cermat berhitung.
“Dalam pilkada serentak seperti ini, PDIP tentu butuh logistik yang sangat banyak karena bukan hanya Jatim, mereka juga ingin menang di Jakarta, Jateng, Sumut. Belum lagi untuk pilkada kabupaten/kota yang diincar untuk dimenangkan,” kata Aribowo.
tempo, zaman